Sunday, March 23, 2008

MENGELOLA KEUANGAN DI TAHUN DEPAN

MENGELOLA KEUANGAN DI TAHUN DEPAN




Di tahun yang baru, tak ada salahnya keuangan keluarga pun ditata dengan lebih baik. Dengan demikian, target-target di masa depan bisa tercapai.




Masalah uang di dalam rumah tangga memang sensitif. "Kalau tidak hati-hati mengelolanya, suami-istri bisa konflik," kata Safir Senduk, dari Biro Perencana Keuangan Safir Senduk & Rekan. Ia juga menyarankan, sebaiknya manajemen uang dalam rumah tangga dibahas sejak awal, saat memutuskan menikah. "Boleh saja bilang uang adalah masalah pribadi. Tapi dalam konteks keluarga, uang selayaknya dibicarakan bersama."





Mau bagaimana mengelolanya, tergantung kesepakatan dan hubungan suami-istri masing-masing. Pemikiran bahwa suami pencari nafkah keluarga, bisa tetap dipertahankan. "Suami juga umumnya lebih mantap secara psikologis kalau dia tetap sebagai yang bertanggung jawab dalam keuangan rumah tangga. Meski sekarang banyak istri juga bekerja, suami tak mempermasalahkan jika dia tetap sebagai pencari nafkah utama."




Safir juga melihat, suami zaman sekarang sebenarnya makin besar egonya untuk punya uang sendiri dan mulai kritis mempertanyakan kontribusi istri dalam urusanbudget rumah tangga. Sementara di kalangan istri, masih banyak yang menginginkan seluruh penghasilan suami diberikan pada istri untuk dikelola seperti halnya ia melihat ayahnya dulu memberi seluruh gajinya pada ibu. "Akibatnya, ketika suami 'hanya' memberikan sebatas kebutuhan rumah tangga, istri langsung tersinggung."




HEMAT KUNCI KEBERHASILAN




Nah, mengacu pada hal itu, Safir menganggap perlu adanya pandangan baru soal pembagian beban keuangan rumah tangga. "Terlebih sekarang banyak wanita yang bekerja dan mandiri, sehingga kesetaraannya dengan pria juga menyentuh soal uang." Istri bisa membantu menambah dana keluarga sehingga pasangan diharap bisa lebih leluasa mengatur pengeluaran dan masih punya sisa uang untuk bisa ditabung.




Tapi hal ini tidak bisa dicapai jika sistem pengelolaan keluarga buruk. Masing-masing sibuk membelanjakan uangnya. "Malah, pakai kartu kredit segala sehingga akhir bulan, gaji cuma habis untuk bayar cicilan kartu kredit." Padahal, saran Safir, "Gunakan kartu kredit hanya saat urgent. Jangan terlena untuk membeli barang konsumtif."




Hidup hemat serta melihat skala prioritas, ujarnya, merupakan kunci utama keberhasilan mengelola keuangan. Agar keuangan di masa-masa mendatang tak morat-marit lagi, "Mulailah menata pengeluaran lewat buku anggaran. "Sisihkan waktu 20 sampai 30 menit setiap bulan untuk mencatat pos-pos berikut jumlahnya. Misalnya, pos untuk bayar listrik, uang sekolah, dan sebagainya. Lalu lihat, apakah gaji yang diperoleh mencukupi untuk semua itu. Jika tidak, buang atau kurangi pos pengeluaran yang tak penting."




Jika hal ini diterapkan dan dijalankan dengan baik, bukan tak mungkin akan ada sisa yang dapat ditabung. Ia juga menganjurkan sistem menabung di depan. Maksudnya, tak perlu menunggu sisa uang belanja atau sisa gaji, tapi tetapkan sekian persen dari gaji untuk langsung ditabung. Minimal, 10 persen dari gaji, kita sisihkan dulu untuk tabungan keluarga dan bisa digunakan sewaktu-waktu untuk hal-hal yang sifatnya mendesak dan darurat." Kalau merasa tak bisa disiplin, minta bantuan bank untuk memotong secara otomatis sejumlah dana dari transfer gaji, untuk dipindahkan ke rekening tabungan.




MULAI BERINVESTASI




Di tahun depan, pasangan juga seharusnya mulai mempelajari semua alternatif investasi agar punya banyak pilihan. "Deposito dan membeli emas memang masih menjadi favorit. Tapi sekarang semakin banyak model investasi yang ditawarkan di luar produk bank." Misalnya, reksadana dan asuransi. "Apalagi kalau ada dua anak balita yang sedang tumbuh, seharusnya orang tua mulai menyisihkan dana untuk pendidikannya kelak." Ada dua cara yang bisa dilakukan. Pertama, orang tua wajib menabung secara periodik, misal sebulan sekali, dan jangan diutak-atik hingga anak masuk sekolah. "Bisa juga ambil salah satu produk di bank yang disebut asuransi pendidikan. Artinya, sambil menabung secara rutin, tabungan itu sendiri diproteksi asuransi. Kalau orang tua meninggal, anak mendapat santunan asuransi, di samping menerima akumulasi hasil tabungan itu sendiri."




Yang tak kalah menarik, "Jangan selalu berpikir, penghasilan hanya bisa didapat dari gaji bulanan yang diterima di kantor. Kalau kita punya talenta atau kemampuan, mengapa tak membuka usaha sampingan untuk cari tambahan?" kata Safir. Kalau suka dan pandai bikin kue, misalnya, kita bisa menerima pesanan di rumah meski sehari-hari pekerjaan utama adalah pegawai bank."Untuk usaha di rumah, pilih yang tidak membutuhkan modal banyak."




Modal, saran Safir, bisa didapat dari menjual barang-barang di rumah yang tidak terpakai. Jam tangan, misalnya. Buat apa punya 2-3 buah padahal kita hanya perlu satu. Kalau usaha sampingan sudah berjalan, pemasukan bertambah. Banyak sekali usaha yang dijalankan dari rumah, yang mulanya usaha sederhana, kelak jadi bisnis yang bisa menghidupi keluarga. Bahkan berkembang menjadi pabrik yang mampu menghidupi banyak orang. "Kalau sudah berkembang dan menyita waktu, tinggal pilih, mau usaha sendiri atau kerja dengan orang. Tapi kalau baru merintis, tidak perlu meninggalkan pekerjaan utama."




Cara lainnya? Gunakan "ilmu" yang biasa Anda ajarkan pada anak-anak, yaitu menabung. Bedanya, jika anak-anak menabung uang logam atau koin, masukkan uang kertas ke dalam celengan. "Bisa Rp 5 ribu, Rp 10 ribu, bahkan Rp 50 ribu." Setiap kali dapat kembalian belanja, "Masukkan dalam celengan. Taruh celengan di kamar tidur, sehingga suami dan istri bisa sama-sama menabung." Jangan lupa pula, pilih celengan yang susah dibuka hingga kita tak tergoda untuk mengambil uangnya. Nah, akhir tahun, celengan dibuka dan isinya bisa digunakan untuk membeli barang, mentraktir anak, atau rekreasi bersama seluruh keluarga." Janji, lo, mulai hari ini menabung!




Santi Hartono.




Kiat Tepat Berhutang




Adakalanya kita tak bisa menghindarkan diri untuk membeli barang tertentu, walau uang sedang tak ada. Mau tak mau kita harus berhutang. Sebelum berhutang, pesan Safir, lihat dulu, apakah barang yang akan dibeli tujuannya produktif atau konsumtif. "Untuk barang konsumtif, artinya yang kita pakai, harganya cenderung menurun. Misalnya, elektronik. Walau saat kita beli harganya Rp 1 juta, waktu dijual kembali, nilainya pasti turun. Maksimum tinggal Rp 750 ribu.




Belum lagi kalau membelinya dengan mencicil. Misalnya, membeli TV. Harga tunainya Rp 1 juta sedangkan jika dicicil selama 1 tahun dengan bayaran Rp 100 ribu per bulan, maka pada saat lunas yang kita bayarkan adalah Rp 1,2 juta.




Jadi, kalau berhutang untuk barang-barang konsumtif, "Sebaiknya pilih jangka waktu yang tak terlalu lama. Lebih bagus bila dibeli secara tunai." Kecuali, kata Safir, "Meski rumah termasuk barang konsumtif, namun nilainya tidak menurun. Jadi boleh saja membeli rumah dengan cara kredit, karena umumnya kenaikan nilai properti itu sendiri masih lebih tinggi dibandingkan bunga kredit yang harus dibayar."




Untuk membeli barang dengan tujuan produktif, misalnya mobil untuk angkutan, bisa dibeli secara mengangsur. "Nilai mobil memang akan turun, tapi karena untuk disewakan atau untuk angkutan umum, akan ada pemasukan. Nah, Uang setoran yang masuk, bisa dipakai untuk membayar cicilan kredit tiap bulan dan sisanya bisa untuk menambah penghasilan." Tapi, sekali lagi, perhatikan jangka waktunya. "Jangan mengambil jangka waktu kredit yang terlalu lama."




Santi




Ragam Mengelola Uang




Berikut beberapa tipe manajemen keuangan dari Safir Senduk yang bisa diterapkan di dalam rumah tangga. Yang penting, pesannya, harus didasari kedekatan, nurani, dan empati. Siapa yang lebih mampu, bisa memberi kontribusi lebih besar karena dasarnya bukan lagi hitung-hitungan, namun berdasar cinta kasih.




1. MENUNJUK SATU ORANG




Istri ditunjuk sebagai pengelola rumah tangga. Setiap bulan, suami memberi sejumlah uang untuk kebutuhan satu bulan. Istri diharapkan mengelola uang dengan baik. Bila kenyataannya kurang, istri menambahkan dari uang gajinya. Atau setelah berdiskusi, istri dapat meminta tambahan dari suami.




2. MEMBAGI TANGGUNG JAWAB




Misalnya, suami mengeluarkan biaya untuk urusan "berat", seperti membayar kredit rumah, cicilan mobil, listrik, telepon, uang sekolah anak, dan kebutuhan mobil (bensin, servis berkala, kerusakan, dan lain-lain). Sementara bagian istri adalah belanja logistik bulanan, pernak-pernik rumah, jajan, dan liburan akhir pekan. Dilihat dari jumlahnya, suami menanggung lebih banyak dana. Tapi istri juga punya peranan dalam kontribusi dana rumah tangga.




3. BERBAGI BERDASAR PROSENTASE




Bentuk manajemen ini adalah membagi tanggung jawab dalam bentuk jumlah atau prosentase. Seluruh kebutuhan keluarga setiap bulan dihitung. Masing-masing sepakat menyumbang sebesar jumlah tertentu untuk menutupi kebutuhan tersebut. Sisanya digunakan sebagai tabungan pribadi untuk kebutuhan pribadi. Misalnya, istri membeli parfum, lipstik, atau baju. Bisa juga tanpa menghitung kebutuhan keluarga terlebih dahulu, suami-istri memberi kontribusi yang sama berdasarkan prosentase. Misalnya 80:20. Artinya, masing-masing "menyetor" 80 persen dari gajinya. Sisa 20 persen disimpan untuk diri sendiri. Jika bisa berhemat, dari uang bersama yang 80 persen, bisa tersisa untuk tabungan keluarga, di samping suami dan istri juga masing-masing punya tabungan pribadi.

Comments :

2 comments to “MENGELOLA KEUANGAN DI TAHUN DEPAN”

thanks for the post. i hope to listen some more.
Best regards from Sebbi

Sebbi said...
on 

thanks banget lho bikin pikiranku jadi lebih terbuka...jujur aja aku sempat "tenggelam" dalam tagihan kartu kredit yang gak masuk diakal..semua gara2 konsumtif berlebihan. Bingung banget kalo tagihan mau jatuh tempo..abis uangnya gak cukup buat bayar...untung semua itu dah berlalu krn aku dah punya penghasilan tambahan buat melunasi kartu kredit..aku ke http://www.bisnis-investor.com/?id=rachma dan akhirnya satu persatu kartu kreditku aku tutup semua krn aku dah gak butuh lagi..khan aku skarg dah punya uang EKSTRA!!!

rahma said...
on 

Post a Comment