Monday, April 28, 2008

Anak Main Kelamin, Bagaimana Mengatasi..?

Anak Main Kelamin, Bagaimana Mengatasi


Empat Fase


Seksualitas berkembang sejak masa anak-anak, remaja, sampai dewasa. Perkembangan ini meliputi perkembangan fisik dan psikis. Perkembangan secara psikis atau psikoseksual terjadi pada masa anak-anak. Freud membagi perkembangan psikoseksual pada masa anak- anak menjadi empat fase, yaitu:




  • 1) fase oral,

  • 2) fase anal,

  • 3) fase falus,

  • 4) fase laten.


Pembagian perkembangan psikoseksual ini masih relevan sampai saat ini.


Fase oral berlangsung sejak bayi lahir sampai usia 1-2 tahun. Pada fase ini, mulut merupakan pusat kenikmatan bagi bayi. Karena itu bayi senang menyusu dan mengisap.


Fase anal, yang berlangsung mulai usia sekitar 2-4 tahun. Pada fase ini, daerah dubur dan sekitarnya, seperti saluran kencing, merupakan pusat kenikmatan. Perasaan senang atau nikmat dirasakan ketika anak menahan berak atau kencingnya.



Fase falus, yaitu mulai usia sekitar 4-6 tahun. Selama fase ini anak merasakan alat kelaminnya sebagai bagian yang menyenangkan. Karena itu pada fase ini anak senang mempermainkan kelaminnya. Sebagian anak bahkan dapat mencapai orgasme.:DJ


Fase laten pada usia sekolah. Pada bagian awal fase ini, anak tidak lagi memusatkan perhatian kepada kelaminnya. Bahkan anak seakan-akan lupa bahwa kelaminnya merupakan bagian yang menyenangkan. Tetapi pada bagian akhir fase laten, yaitu pada masa menjelang remaja, perhatian terhadap kelamin mulai muncul lagi.

Remaja Awal

Setelah itu anak memasuki masa remaja awal, yaitu pada usia 12 tahun. Pada masa remaja, anak kembali memperhatikan kelaminnya, karena mereka sering mengalami reaksi seksual akibat munculnya dorongan seksual. Keingintahuan tentang seksualitas muncul dengan kuat. Pada masa remaja, dorongan seksual mulai muncul dan sering menjadi semakin kuat bila menerima rangsangan dari luar. Karena itu remaja ingin mengekspresikannya dalam berbagai perilaku seksual. Salah satu yang umum dilakukan adalah masturbasi.


Masturbasi yang dilakukan pada masa remaja adalah masturbasi yang memang disadari dan bahkan direncanakan, karena munculnya dorongan seksual. Karena itu masturbasi pada remaja dilakukan sebagai suatu kegiatan yang sangat pribadi. Berarti dilakukan dalam keadaan tidak diketahui orang lain. Pada dasarnya kegiatan masturbasi sama dengan kegiatan hubungan seksual, dalam arti reaksi yang muncul sama. Pada kedua kegiatan itu, reaksi seksual yang muncul sama sampai mencapai orgasme, dan pada pria disertai ejakulasi.


Berbeda dengan masturbasi yang dilakukan pada masa anak-anak yang tidak harus sampai mencapai orgasme, masturbasi pada masa remaja umumnya dilakukan memang untuk mencapai orgasme.


Tidak Lazim


Kalau anak remaja Ibu Tri Lestari yang berusia 12 tahun masih senang memegang-megang kelaminnya di depan banyak orang, itu termasuk jarang terjadi. Pada umumnya fase falus telah berakhir pada usia 6 tahun. Kalau pun terdapat variasi, mungkin berlangsung sampai usia 7-8 tahun. Sangat jarang yang sampai usia 12 tahun.


Pada umumnya, pada usia 12 tahun, anak telah merasa bukan anak-anak lagi karena berbagai perubahan fisik dan psikis yang dialami dan dirasakannya. Karena itu mereka menyadari bahwa kegiatan masturbasi harus dilakukan tanpa diketahui orang lain. Maka terasa tidak biasa kalau anak remaja Ibu Tri Lestari masih melakukannya di depan orang banyak. Apalagi kalau dia sampai mencapai orgasme dan disertai ejakulasi, mengingat usianya yang sudah mencapai usia remaja awal. Tetapi terlalu dini untuk menyatakan bahwa anak itu mengalami kelainan seksual. Memang ada kalanya kegiatan masturbasi seperti itu dilakukan untuk menarik perhatian orang lain, sebagai reaksi karena merasa tidak diperhatikan

Mungkin juga kegiatan itu dilakukan untuk mendapatkan kesenangan guna mengatasi kesepian yang dialami. Tetapi tetap terasa tidak lazim bila dilakukan oleh seorang remaja berusia 12 tahun. Mungkin saja terjadi hambatan dalam perkembangan psikoseksualnya sehingga fase falus mundur sampai ke usia 12 tahun.


Alihkan Perhatian


Salah satu cara yang dapat dilakukan ialah mengalihkan perhatian anak kepada obyek lain. Misalnya dengan cara memberikan suatu benda yang merupakan hobi atau kegemarannya. Cara lain ialah anak diberitahu dengan baik tanpa menyalahkan apalagi menghukum, bahwa apa yang dilakukan tidak baik bila dilihat orang lain.


Belum ada bukti ilmiah bahwa apa yang dilakukan anak itu pasti berdampak buruk dari sudut seksuaitas bagi anak lain yang melihatnya. Jadi Ibu Tri Lestari tidak harus merasa takut apa yang akan terjadi bila anak perempuannya yang berusia 10 tahun melihat sang kakak melakukan kegiatan itu.


Tetapi sebaiknya dihindari agar jangan sampai si adik perempuan itu menyaksikan kegiatan seksual yang dilakukan kakaknya. Paling tidak, dengan demikian Ibu Tri telah mengajarkan bahwa kegiatan yang berhubungan dengan seksualitas adalah sesuatu yang sangat pribadi. Selanjutnya Ibu Tri dan suami harus lebih memperhatikan anak itu, termasuk memberikan kegiatan yang positif dan mengajaknya pergi bersama.Gaya Hidup Sehat

Comments :

0 comments to “Anak Main Kelamin, Bagaimana Mengatasi..?”

Post a Comment