Thursday, May 29, 2008

Alergi Makanan

Alergi Makanan


Definisi


Istilah alergi makanan (food allergy) adalah bagian dari terminologi yang lebih luas, yaitu hipersensitivitas makanan (food hypersensitivity), diterjemahkan sebagai semua reaksi tak terduga yang timbul berkaitan dengan makanan, dan dapat dibedakan atas:




  1. Alergi makanan (food allergy), yang reaksinya berhubungan dengan mekanisme imunologis, dan diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE), ataupun non IgE.

  2. Intoleransi makanan (food intolerance), yang tidak diperantarai oleh mekanisme imunologis. Intoleransi terjadi akibat bahan-bahan yang terkandung dalam makanan seperti toksin/racun (misalnya histamin pada keracunan makanan laut/ikan), atau penggunaannya secara farmakologis (misalnya tiramin dalam keju atau anggur merah). Reaksi ini terjadi pada orang yang sangat sehat sekalipun, jika mengkonsumsi bahan makanan tadi dalam dosis besar. Berbeda dengan alergi makanan yang terjadi meskipun dosis makanan cukup kecil. Kemungkinan lain penyebab intoleransi makanan adalah adanya penyakit metabolisme bawaan (misalnya defisiensi enzim laktase yang menyebabkan intoleransi laktosa). Intoleransi makanan tidak dibahas dalam tulisan ini..


Prevalensi




Alergi makanan lebih banyak terjadi pada anak-anak, dibandingkan dengan orang dewasa. Alergi makanan yang diperantarai oleh IgE terjadi pada 6% anak di bawah 3 tahun, dan 2% pada dewasa. Anak dengan penyakit alergi (atopi) seperti eksim (dermatitis atopi) dan asma lebih rentan mengalami alergi makanan. Lebih dari 95% alergi makanan timbul pada jenis makanan seperti: telur, susu, kacang-kacangan, gandum, kedelai, dan ikan. Mencapai usia 5 tahun, alergi terhadap telur, gandum, susu, dan kedelai menghilang pada sebagian besar anak. Namun alergi terhadap kacang-kacangan dan makanan laut tetap bertahan sampai usia dewasa pada 80% anak.


Gambaran Klinis


Berikut akan dijelaskan gambaran klinis yang dapat ditemukan pada alergi makanan yang diperantarai IgE dan non-IgE.


Alergi Makanan yang Diperantarai IgE (IgE Mediated Foof Allergy)


Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis menyeluruh berdasarkan keluhan/gejala yang ada. Reaksi alergi umumnya timbul dalam 30 menit setelah menelan alergen, dan menimbulkan satu/lebih tanda dan gejala berikut:

























- kulit:eritema, urtikaria, angioedema
- gastrointestinal:muntah, diare, nyeri perut
- saluran napas:batuk, suara serak, stridor, mengi
- kardiovaskular:hipotensi, pingsa

Alergi Makanan yang Tidak Diperantarai IgE (Non IgE Mediated Food Allergy)


Tanda dan gejala tinbul beberapa jam/hari setelah menelan alergen. Macamnya adalah:




  1. Sindrom enterokolitis yang dipicu oleh protein makanan. Kelainan ini timbul pada bayi yang mengkonsumsi susu sapi atau susu kedelai, atau makanan seperti sereal beras. Gejala timbul dalam 1 - 3 jam setelah menelan alergen, berupa muntah terus-menerus cairan berwarna empedu. Hipotensi terjadi pada 15% kasus, dengan gejala pucat dan lemas, sehingga sering disalahdiagnosiskan sebagai sepsis. Tidak jarang gejala berulang sampai akhirnya diketahui alergi makanan sebagai penyebabnya.

  2. Enteropati yang dipicu oleh protein makanan. Gejala muncul pada bayi berupa diare, muntah, dan gagal tumbuh. Paling sering akibat protein susu sapi, dapat juga secara tidak langsung dari kedelai, telur, gandum, beras, ayam, dan ikan.


Alergi Makanan Campuran IgE dan Non IgE (Mixed IgE and Non IgE Mediated Food Allergy)


Penyakit alergi lain yang dialami oleh kelompok ini:




  1. Esofagitis Eosinofilik Alergika (Allergic Eosinophilic Esophagitis). Muncul pada bayi sampai remaja, dengan gejala refluks gastroesofagus kronik yang tidak pulih dengan obat-obatan anti refluks, yakni: muntah, tidak mau makan, nyeri perut, dan rewel.

  2. Gastritis Eosinofilik Alergika (Allergic Eosinophilic Gastritis). Dapat timbul pada bayi sampai remaja, dengan gejala setelah makan seperti mual, muntah, nyeri perut dan tidak mau makan, sampai obstruksi/sumbatan saluran cerna.

  3. Gastroenteritis Eosinofilik Alergika (Allergic Eosinophilic Gastroenteritis). Terjadi pada semua umur dengan gejala gagal tumbuh (failure to thrive), berat badan turun, dan gejala-gejala esofagitis dan gastritis.

  4. Proktokolitis Eosinofilika (Eosinophilic Proctocolitis). Timbul pada bayi akibat masuknya protein makanan melalui ASI atau pada susu formula sapi/kedelai. Ditemukan darah pada tinja, namun bayi tidak tampak sakit dengan pertumbuhan baik.


Diagnosis


Alergi Makanan yang Diperantarai IgE


Adanya antibodi IgE makanan tertentu dapat dideteksi dengan uji kulit Prick (Prick Skin Test/PST) atau pemeriksaan darah (RAST - Radioallergosorbent test) yang mengukur kadar antibodi IgE alergen tertentu di kulit atau darah. Uji kulit Prick sederhana, cepat, dan tidak terlalu mahal, namun harus dilakukan oleh dokter yang terlatih dalam metodologi dan pembacaan/interpretasi hasil, mengingat hasil positif palsu (false positive) cukup sering. Hasil negatif pemeriksaan ini cukup dapat dipercaya (jarang terjadi negatif palsu). Sedangkan uji RAST lebih mahal, dengan keterbatasan jumlah akergen yang dapat diperiksa dalamm satu waktu. Hasil pemeriksaan juga baru dapat diperoleh dalam satu minggu.


Diagnosis definitif/pasti alergi makanan ditegakkan dengan melihat reaksi segera dari pemaparan makanan yang bertahap (graded food challenge). Pengujian ini tidak boleh dilakukan di rumah, jika ada kecurigaan alergi makanan yang diperantarai oleh IgE.


Masih ada beberapa teknik lain pengujian terhadap alergi makanan, namun belum memiliki pegangan ilmiah yang diakui, mahal, dan dapat berdampak pada pemantangan terhadap makanan-minuman yang tidak seharusnya.


Alergi Makanan yang Tidak Diperantarai IgE


Belum ada pemeriksaan penunjang/diagnostik spesifik terhadap sindroma hipersensitivitas makanan yang tidak diperantarai IgE. Satu-satunya cara adalah penghindaran/pemantangan jenis makanan tertentu, diikuti oleh pemaparan kembali (food challenge). Penghindaran makanan ini dilakukan dengan pengawasan dokter yang berkompetensi dalam alergi, dan untuk memastikan asupan gizi juga tercukupi.


Pada sindroma campuran IgE/non-IgE, uji kulit Prick dapat digunakan. Endoskopi dan biopsi saluran cerna dapat menunjang pemeriksaan, jika melibatkan tanda-gejala keterlibatan saluran cerna.


Tata Laksana


Tidak ada penyembuhan terhadap alergi makanan. Satu-satunya terapi yang terbukti berhasil adalah penghindaran ketat (strict avoidance) terhadap alergen makanan yang diketahui. Pasien dan orangtuanya diajari bagaimana membaca label kemasan makanan dengan tepay, dan mengetahui istilah-istilah tertentu alergen makanan dan produknya. Ahli gizi/diet (dietisian) dapat dilibatkan dalam hal ini.


Pasien dengan hipersensitivitas makanan yang diperantarai IgE dibekali dengan rencana tata laksana jika terjadi reaksi segera/mendadak alergi makanan yang tidak terduga, misalnya menggunakan alat suntik adrenalin (Epipen®/Epipen junior®). Hal ini dilakukan dengan bimbingan dokter spesialis anak, atau ahli alergi-imunologi, meliputi edukasi dan rencana tata laksana anafilaksis yang tertulis.


Pengawasan Lanjutan


Sebagian besar alergi makanan (kecuali kacang-kacangan dan ikan laut/kerang) hilang dengan sendirinya seiring waktu, maka pasien dipantau secara rutin untuk melihat pengurangan serangan alergi dan rencana jika terjadi keadaan gawat-darurat akibat alergi.


Kecukupan nutrisi setiap orang juga dinilai dengan pemberian suplemen yang dibutuhkan, misalnya suplemen kaslium pada anak di atas 12 bulan yang menghindari konsumsi susu sapi.


Imunisasi juga diberikan rutin sesuai jadwal. Vaksinasi MMR aman pada anak dengan alergi telur, namun vaksinasi influenza dikontraindikasikan.


Pencegahan terhadap Alergi Makanan


Bayi dengan risiko tinggi (misalnya: ada riwayat alergi pada orangtua/keluarga yang cukup signifikan), rekomendasi terkini menyatakan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Pembatasan diet (jenis makanan) ibu selama menyusui untuk mencegah alergi juga tidak direkomendasikan. Jika bayi sudah mengkonsumsi susu formula, formula terhidrolisis (protein susu sudah dipecah) direkomendasikan pada bayi dengan risiko tinggi. Formula terhidrolisis sebagian (partial hydrolysed formula) misalnya NAN HA® dapat dibeli tanpa resep, sedangkan formula terhidrolisis seluruhnya (extensively hydrolysed formula) misalnya Peptijunior® hanya bisa didapatkan dengan resep dokter, dan penggunaannya terbatas pada bayi yang terbukti alergi terhadap susu sapi dan kedelai. Meskipun belum ada bukti yang menjelaskan waktu kapan mulai mengkonsumsi makanan padat (solid foods), seringkali direkomendasikan untuk menunda pengenalan makanan padat sampai bayi mencapai umur 6 bulan, dan menunda pemberian kacang-kacangan dan ikan laut/kerang sampai bayi dengan risiko tinggi mencapai umur 3 - 4 tahun.


Kelirumologi Umum


Perilaku seperti hiperaktivitas sering dihubungkan dengan alergi makanan, namun belum ada buktinya. Juga tidak ada bukti bahwa susu meningkatkan produksi lendir (mukus), dan penghindaran terhadap susu dan gandum hanya bermanfaat pada pasien yang terbukti alergi makanan jenis ini.


Sumber : dr. Arifianto ( group sehat )

Comments :

0 comments to “Alergi Makanan”

Post a Comment